Kasus Perkara PT WAM Diduga Terjadi Kriminalisasi, Ada Kongkalingkong Sesama APH

waktu baca 5 menit
Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Konawe (AMPK) Bersatu, melakukan aksi demontrasi di Kejaksaan Negeri (Kejari) Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra), akibat mosi tidak percaya terhadap penegakan hukum, atas perkara kasus tambang ilegal PT Wong Anak Mandiri (WAM), Kamis (23/11/2023). Foto: Sultranews.co.id

KONAWE, Sultranews.co.id – Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Konawe (AMPK) Bersatu, melakukan aksi demontrasi di Kejaksaan Negeri (Kejari) Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra), akibat mosi tidak percaya terhadap penegakan hukum, atas perkara kasus tambang ilegal PT Wong Anak Mandiri (WAM), Kamis (23/11/2023).

AMPK Bersatu menduga bahwa kasus Perkara Nomor : 121/Pid.B/LH/2023/ PN.Unh. PT. WAM diduga telah terjadi KRIMINALISASI. Selain itu, mereka (AMPK Bersatu red) juga menduga telah terjadi adanya MAFIA HUKUM yang melibatkan oknum-oknum di Kepolisian dan Kejaksaan.

“Kami menduga banyak terjadi rekayasa atau mafia-mafia hukum antara Kejaksaan dengan Kepolisian. Sebab banyak yang tidak relepan antara pelapor dan fakta-fakta persidangan yang ada,” kata Muh. Anugrah Panji Swaram, selaku korlap aksi.

Muh. Anugrah Panji Swaram, selaku korlap aksi. Foto Sultranews.co.id

Kepada Sultranews.co.id, Muh Anugrah menjelaskan kronologis bahwa Leo Chandra Edward yang merupakan seorang pemilik lahan, melaporkan adanya penambangan di Luar IUP berdasarkan pengakuan seseorang yang bernama Ivan yang menyaksikan adanya tidak pidana penambangan di luar Ijin Usaha Pertambangan (IUP) dengan mempergunakan 4 titik koordinat Blasting atau peledakan pada tahun 2019.

Akan tetapi, Ivan selaku saksi yang mengetahui fakta tersebut, menurutnya, tidak pernah dihadirkan sama sekali dalam perkara Blasting seperti yang diadukan pelapor.

“Ini kan lucu, masa soudara Ivan sama sekali ngga pernah dipanggil, tiba-tiba muncul berita acara pemeriksaan di TKP oleh oknum Penyidik SUBDIT IV TIPIDTER Polda Sultra, dimana SUBDIT
IV TIPIDTER telah 5 kali melakukan rekonstruksi titik koordinat penambangan di luar IUP PT WAM tanpa di hadiri saksi pelapor yaitu sdr. Ivan dan juga pelapor yaitu Sdr. Leo Chandra Edward,” jelas Anugrah.

Lebih jauh Anugrah membeberkan, bahwa atas permintaan dari oknum penyidik SUBDIT IV TIPIDTER Polda Sultra inisial ZR untuk menentukan titik koordinat blasting, ZR meminta dana yang di transfer ke Acct. BCA atas nama Siamet Lelono, dan atas pengecekan 10 titik Blasting telah dibuat berita acara lapangan mengenai titik koordinat Blasting yang keseluruhannya berada di dalam IUP PT WAM.

Baca Juga :  Kadis Perhubungan dan Kontraktor Jadi Tersangka Baru Kasus Korupsi Tambatan Perahu
Kasi Intelejen Kejari Konawe Zulkarnaen Perdana Mustaka, S.H bersama Kasi Pidum Nurbadi Yunarko, S.H, saat menerima masa aksi. Foto: Sultranews.co.id

Adapun fakta-fakta yang telah mereka temukan adalah sebagai berikut:

1. Bahwa berdasarkan kepada PELAPORAN dari Leo Chandra dengan hasil Blasting yang telah dibuatkan BAP lapangannya tidak terdapat korelasi dan tidak ada Blasting diluar IUP

2. Bahwa BAP Lapangan Blasting tidak pernah di lampirkan di dalam lampiran berkas persidangan.

3. Bahwa Oknum Penyidik SUBDIT IV TIPIDTER Polda Sulawesi Tenggara telah melakukan 5 kali rekonstruksi yang diduga merupakan rekayasa penyidik terhadap 4 titik koordinat yang di duga telah terjadi blasting di luar IUP.

4. Bahwa ke 4 titik koordinat yang di duga di REKAYASA oleh Penyidik SUBDIT IV TIPIDTER tersebut telah ada sebelumnya semenjak tahun 2019 dimana patut diduga Sdr. LEO CHANDRA EDWARD selaku pemilik lahan semenjak tahun 2016 telah melakukan penambangan.

5. Bahwa untuk membuat adanya TINDAK PIDANA terhadap kasus ini maka di buatlah pengakuan orang lain atas Nama T1 dan T2 untuk membuat pengakuan telah terjadi penambangan di luar IUP PT WAM dengan alibi bahwa batuan hasil blasting telah habis akan tetapi dapat di buktikan 6 bulan setelahnya adanya pengambilan batu blasting dengan volume 4 x lebih besar dari yang di tambang oleh T1 dan T2 dan dalam sidang lapangan diminta kepada Majelis Hakim untuk melihat batuan hasil Blasting akan tetapi di tolak dan hanya di minta di buat dalam surat sanggahan di pengadilan.

Surat amar putusan yang dibacakan JPU Kejari Konawe di Persidangan.

6. Bahwa telah di akui oleh TERSANGKA 1 di dalam persidangan diminta oleh Penyidik SUBDIT IV TIPIDTER untuk menantangani BAP dan di katakan bahwa BAP tersebut hanyalah formalitas. Dan di akui oleh tersangka bahwa Pelapor atas nama LEO CHANDRA EDWARD dapat mengatur Kepolisian, KEJAKSAAN dan juga KEHAKIMAN.

Baca Juga :  Harmin - Dessy Paparkan Kebijakan dan Program di Kampanye Akbar, Simak Ulasannya

Menanggapi hal tersebut, Kasi Intelejen Kejari Konawe Zulkarnaen Perdana Mustaka, S.H bersama Kasi Pidum Nurbadi Yunarko, S.H mengatakan Perkara Ilegal Maning dirinya tidak mampu menjelaskan secara detail karena yg mampu menjelaskan itu Kajari Konawe.

Tetapi menurutnya, perkara tersebut sudah dalam proses hukum dan kasus tersebut sudah bertahun-tahun dari proses penyidikan ke Polda, Kajati dan pelimpahan ke Kajari P2A.

“Kasus ini akan di proses di pengadilan negeri Jakarta jjuga,” ucap Zulkarnaen di hadapan masa aksi.

Selanjutnya Zulkarnaen mengatakan bahwa pada hari Rabu tanggal 9 November 2023 sekitar pukul 16:00 WITA, bertempat di Ruang Sidang pada Pengadilan Negeri Unaaha, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Konawe membacakan Surat Tuntutan dalam persidangan perkara “Tambang Illegal’.

Bahwa dalam Amar Tuntutannya, pada pokoknya JPU menyatakan sebagai berikut :

Terdakwa 1 Amir Ahmad, terdakwa II H. Arifuddin Nur dan terdakwa Ill Ruly Rusmali, SE.MBA., melanggar Pasal 158 Jo. Pasal 35 Ayat (3) huruf a Undang-Undang RI. No. 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan atas Undang-Undang RI. No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.

Terdakwa I Amir Ahmad dengan pidana penjara selama 2 (Dua) tahun,

Terdakwa II H. Arifuddin Nur dengan pidana penjara selama 2 (Dua) tahun 6 (enam) bulan,

Terdakwa Ill Ruly Rusmali, S.E.,MBA dengan pidana penjara selama 3 (Tiga) tahun.

“Masing-masing terdakwa dikurangi masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani dan dengan perintah agar para terdakwa tetap ditahan. Denda : Rp. 500.000.000, (lima ratus juta rupiah) Subsidair 6 (enam) bulan kurungan,” jelas Zulkarnaen.

Selanjutnya lagi, Bahwa atas Tuntutan dari JPU tersebut, para terdakwa melalui masing-masing Penasihat Hukumnya diberi kesempatan oleh Majelis Hakim untuk memberikan Pembelaan (Pledoi) secara Tertulis pada Hari Selasa tanggal 14 November 2023.

Baca Juga :  J-Rocks Sukses Bikin Penonton Lompat-lompat di Kampanye Akbar HADIR

Laporan: Jaspin