Begini Fakta Unjuk Rasa hingga Berujung Ricuh di Kolut
KOLAKA UTARA – Forum Komunikasi Ormas Tolaki Bersaudara (Formasi) Sulawesi Tenggara (Sultra), telah menyayangkan atas tersebarnya berita yang menyudutkan lembaganya.
Bagaimana tidak, beberapa pemberitaan mengatakan bahwa formasi lah yang menjadi dalang kericuhan hingga mengakibatkan 4 polisi terluka.
Menanggapi hal itu, Ketua Otadu Sultra Zul Tobarasi saat dihubungi media ini mencoba menepis isu tersebut.
Zul menjelaskan berawal pada 05 Juli 2021, Tamalaki Patowonua telah melakukan unjuk rasa sebanyak dua kali.
Hingga pada saat itu tuntutan Tamalaki Patowonua belum diindahkan pihak terkait.
Sehingga Tamalaki Patowonua harus memberikan kesempatan ke pihak Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Kolaka Utara (Kolut) untuk memusyawarahkan dan memanggil pihak-pihak terkait untuk segera menyelesaikan atas pengrusakan makam leluhur yakni makam Wende’epa.
Namun sayangnya, seiring berjalannya waktu pihak Pemda Kolut selalunya tak mengindahkan tuntutan Tamalaki Patowonua.
Akibat dari itu, Tamalaki yang tergabung dalam Formasi harus memaksa diri mereka ikut serta dalam aksi pada 15 Juli kemarin atas dasar panggilan Tamalaki Patowonua karena pengrusakan makam leluhur Wende’epa.
“Namun hadirnya kami di aksi itu pihak yang terkait malah tak menghadiri undangan untuk hearing di DPRD Kolut, sehingga kami kecewa” kata Zul melalui media ini.
Sementara itu lanjut Zul, menanggapi terkait ricuhnya aksi kemarin dirinya mengungkapkan bahwa Formasi menggelar aksi dengan secara baik-baik.
Pasalnya massa aksi terlebih dahulu di himbau untuk tidak membawa ta’awu (parang adat) dan karada (tombak adat) serta tidak melakukan tindakan anarkis. Dan memilih untuk membawa gong yang ditandai murni karena adat.
Saat menuju ke gedung DPRD Formasi malah dikagetkan dengan adanya pagar kawat duri.
“Kami bawah gong itu secara adat akan tetapi saat kami datang ke gedung DPRD malah kami dihadang dengan pagar kawat duri,” kecewanya.
Dijelaskan Zul, pagar kawat duri dipasang ternyata hanya untuk mengantisipasi demo tandingan pada pagi hari.
Akan tetapi pada saat massa aksi menuju ke Gedung DPRD sekitar pukul 11.30 Wita mereka tidak melihat massa aksi yang akan menggelar demo tandingan.
“Harusnya mereka tau kalau kita datang berupa gong berarti kita aksi ini atas nama lembaga, dan seharusnya kawat duri ini disingkirkan,” jelasnya.
“Karena massa aksi tersinggung sehingga mereka melemparkan batu ke kawat duri bukan melempar ke pihak kepolisian,” bebernya
Ditegaskan Zul, saat Ketua DPRD Kolut hadir dihadapan massa aksi bukan karena menenangkan massa, sebab hadirnya dia untuk memberikan penjelasan.
“Belum chaos pada saat itu, dan DPRD bukan menenangkan massa tapi cuman memberikan penjelasan saja,” tegasnya.
Lebih lanjut ia, terkait tiap-tiap perwakilan yang akan melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) di dalam gedung DPRD ternyata telah disepakati.
Namun ia bersama para ketua ormas lainnya hendak masuk ke dalam gedung, dirinya ditarik Kapolsek untuk menenangkan massa.
“Kita sudah masuk mala saya yang ditarik Kapolsek untuk tenangkan massa agar mereka tidak ikut masuk karena massa sudah berdorongan dengan petugas,” terangnya.
“Dan berdorongan itu sudah hal biasa, akhirnya saya ambil sound sistem untuk menenangkan massa, jadi massa pada saat itu sudah tenang akan tetapi petugas deluan menyomprotkan water canon ke massa dua kali akhirnya massa aksi tambah tersinggung kenapa harus disemprotkan water cannon dan terjadilah lemparan batu,” jelasnya.
Disisi lain pula, Zul menyayangkan atas beredarnya pemberitaan yang menyudutkan lembaga Formasi.
“Kami tersinggung disudutkan karena sebenarnya bukan kami yang buat chaos deluan, seolah-olah kami sendiri yang berperan sebagai antagonis didaerah sendiri padahal kami hadir secara baik-baik dan ingin menuntaskan tuntutan secara baik-baik pada hari itu juga, dan kami juga akan membawa isu ini sampai ke Provinsi,” jelasnya.
Sebagaimana diketahui Ormas yang tergabung dalam Formasi ialah Ponggawano Tamalaki, Tawon, KSBT, Laskar LAT, Tadu Sultra, PMT, Tamalaki Patowonua, Cyber Troops, dan GPTS.
Laporan : Muhammad Alpriyasin