FP3 Sultra Desak Kejari dan PN Unaaha, Tuntaskan Perkara PT NBP Tanpa Diskriminasi
UNAAHA – Forum Perhimpunan Pemuda Pemerhati Sultra (FP3 Sultra), mendesak Kejaksaan Negeri (Kejari) dan Pengadilan Negeri (PN) Unaaha, untuk segera menuntaskan perkara PT Naga Bara Perkasa (NBP), tanpa diskriminasi.
Hal itu disampaikan Hendrawan Oceng, saat menggelar aksi demonstrasi di depan kantor Kejari Konawe dan Kantor PN Unaaha, Selasa (4/8/2020).
Menurutnya, penegakan hukum harus tetap dijalankan secara proporsional. Khususnya terhadap para karyawan yang saat ini ikut diadili di meja persidangan. Jangan sampai keenam karyawan itu menjadi tumbal dalam perkara penambangan ilegal.
Hendrawan juga meminta agar enam buruh yang diperkarakan dalam kasus itu segera dibebaskan. Sebab, ia menilai posisi para pekerja hanya korban dari kesalahan pihak PT NBP yang telah menerobos hutan lingdung tanpa izin.
“Mereka hanya buruh yang sedang mencari nafkah untuk keluarga mereka di rumah yang tidak tahu apa-apa tentang status lahan yang mereka olah,” kata Hendrawan.
Sementara itu, Koordinator Lapangan (Korlap) aksi, Sukri menegaskan aksi mereka sebagi dukungan terhadap pihak Kejaksaan maupun pengadilan agar mengadili perkara ini dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya tanpa memandang siapapun otak di balik perkara.
Jaksa atau hakim, lanjut dia, bisa mengadili orang-orang yang terlibat dalam perkara itu. Untuk itu, pihak kejaksaan maupun pengadilan agar tidak bermain-main dalam penuntasan perkara.
“Kami mendesak kepada kejaksaan dan pengadilan untuk berlaku seadil-adilnya tanpa ada diskriminasi yang akan menguntungkan pihak direktur PT NBP yang juga saat ini sementara disidangkan, sehingga tidak merugikan para karyawan,” ucap Sukri.
Dalam kesempatan itu, Sukri juga sempat mempertanyakan pasal apa yang dikenakan pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam memperkarakan PT NBP tersebut.
Ditempat yang sama, sontak langsung dijawab oleh Kasi Pidum, Gideon Gultom, SH yakni pasal 89 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pengrusakan Hutan (P3H).
Pernyataan Kasi Pidum ini sekaligus meluruskan informasi yang beredar di beberapa media sosial (medsos), bahwa ternyata pasal yang disangkakan bukanlah pasal 87 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pengrusakan Hutan (P3H).
Di tempat terpisah, Kepala PN Unaaha, Febrian Ali mengatakan kepada masa aksi bahwa terkait kasus PT MBP itu masih dalam proses persidangan.
“Kami Pihak pengadilan tidak bisa menyatakan para terdakwa tersebut bersalah atau tidak, karna proses persidangan itu masih panjang, dan tentu saja majelis hakim masih meneliti berkas perkara dengan segala proses persidangan berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan. Kalau saja nanti penuntut sebagai jaksa yang mewakili negara tidak bisa membuktikan dakwaannya tentu saja konsekuensinya dakwaan bebas,” jelas Pebrian dihadapan masa aksi.
Sebagai informasi, PT NBP disangkakan melakukan pemanfaatan kawasan hutan lindung di Blok Matarepe Konawe Utara tanpa dilengkapi izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup RI.
Ada tujuh tersangka yang diamankan salah satunya adalah Direktur Utama PT NBP Tuta Nafisa. Sedangkan enam lainnya yakni Edi tuta (53), Ilham (20), Arinudin alias Pele (44), kemudian Muh Alfat (22), Rahman (21) dan Sultra (35). Keenam merupakan operator alat berat excavator di PT NBP.
SN