Komitmen Turunkan Stunting di Koltim, Sulwan Aboenawas Apresiasi Tim Percepatan
KOLAKA TIMUR – Kerja kolaborasi adalah kunci utama dalam meraih keberhasilan. Karena intervensi percepatan penurunan stunting, baik itu intervensi gizi spesifik maupun intervensi gizi sensitif, merupakan bagian program atau kegiatan pada organisasi perangkat daerah, kecamatan dan puskesmas.
Sesuai dengan tupoksinya masing masing, pemerintahan desa juga memiliki berbagai program dan kegiatan yang terkait penurunan stunting. Maka dengan demikian intervensi yang sifatnya multi sektor dan multi government level tidak mungkin terlaksana dengan baik tanpa kerja kolaborasi.
Pejabat Bupati Kolaka Timur (Koltim) Sulwan Aboenawas, menyampaikan terimakasih dan penghargaan kepada para camat yang sudah berkomitmen untuk melakukan percepatan penurunan stunting di wilayahnya masing-masing.
“Komitmen saudara-saudara sangatlah diperlukan. Karena dengan komitmen yang kuat dari para camat dan juga parah lurah serta kepala desa, menjadikan penurunan stunting sebagai prioritas sehingga semua sumber daya yang diperlukan dapat dimobilisasi untuk penurunan stunting di Kolaka Timur,” ucap Sulwan Aboenawas, saat menghadiri kegiatan pertemuan analisis situasi program stunting, di salah satu tempat wisata di Koltim, Selasa (17/5/2022).
“Sampai saat ini kita masih menghadapi pandemi covid-19 yang sudah berlangsung sejak bulan maret 2020. Pandemi ini mempunyai dampak yang luar biasa, baik bagi aspek sosial maupun ekonomi masyarakat. Pandemi covid-19 juga menjadi tantangan tersendiri bagi upaya percepatan penurunan stunting,” sambung Sulwan.
Berdasarkan hasil survei status gizi indonesia(SSGI)tahun 2021, kata Sulwan, panggilan akrab Pj Bupati Koltim ini, prevalensi stunting Koltim menjadi yang terendah se-Sulawesi Tenggara yaitu 23 persen. Sedangkan rata-rata Provinsi Sulawesi Tenggara mencapai 30 persen. Angka tersebut masih jauh diangka nasional yaitu 24,4 persen, namun masih jauh dari target nasional yaitu 14 persen pada tahun 2024.
Dilihat dari pencapaian-pencapaian ini, lanjut Sulwan, berarti Koltim masih mengalami defisit sekitar 9 persen. Untuk mencapai target nasional 2024 mendatang, dirinya meminta agar setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dapat memetakan kembali semua program, kegiatan dan anggaran yang terkait percepatan penurunan stunting.
“Pemetaan ini sangat penting untuk mengetahui program apa saja yang masih berjalan, program apa saja yang cakupannya belum merata dan program apa saja yang terhenti selama masa pandemi. Dari pemetaan tersebut, kemudian OPD dapat menyusun rencana kegiatan selanjutnya dengan mengoptimalkan berbagai sumber pendanaan agar seluruh layanan yang dibutuhkan dapat diterima oleh kelompok sasaran,” pinta Sulwan.
Dari sisi kerangka intervensi, seperti kita ketahui bersama penanganan stunting secara garis besar dilakukan melalui intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif yang difokuskan pada 1.000 hari pertama kehidupan intervensi gizi spesifik adalah intervensi yang berhubungan dengan peningkatan gizi dan kesehatan. Sementara intervensi gizi sensitif adalah intervensi pendukung, seperti penyediaan air bersih dan sanitasi menurut berbagai literatur, intervensi gizi sensitif ini memiliki kontribusi lebih besar yakni 70 persen dalam upaya penurunan stunting.
Akan tetapi, Pj Bupati Koltim memberikan gambaran yang menjadi tantangan untuk bagaimana memastikan setiap OPD mempunyai anggaran untuk melaksanakan program atau kegiatan dan dapat secara konvergensi berbagai program yang terkait dengan penurunan stunting menjadi kata kunci untuk memastikan program program intervensi dapat dilaksanakan dan dimanfaatkan secarah optimal sehingga berkontribusi dalam penurunan prevalensi stunting.
“Konvergensi ini adalah kata yang mudah untuk di ucapkan, tetapi tidak mudah untuk diwujudkan. Untuk mewujudkannya memerlukan upaya keras dari kita semua. Setiap OPD yang terlibat diminta untuk menghilangkan ego sektoral karena konvergensi membutuhkan kerja kolaborasi antar berbagai pihak,” ujarnya.
Sulwan menambahkan, analisis situasi dilakukan untuk memahami permasalahan dalam integrasi intervensi gizi spesifik dan sensitif pada sasaran rumah tangga 1.000 HPK nantinya hasil analisis situasi ini akan membantu pemerintah Koltim dalam menentukan program/kegiatan yang diprioritaskan alokasinya dan menentukan upaya perbaikan manajemen layanan untuk meningkatkan akses rumah tangga 1.000 HPK terhadap intervensi gizi sensitif maupun spesifik.
“Jadi masalahnya ada pada bagaimana program tersebut dilaksanakan terutama konvergensi antar program. Jika konvergensi ini bisa diwujudkan melalui program dan kegiatan yang konvergen menyasar pada kelompok sasaran utama yaitu ibu hamil, ibu menyusui dan anak dibawah usia dua tahun yang kemudian disebut sebagai keluarga 1.000 hari pertama kehidupan dan juga remaja puteri pasangan usia subur dan anak belita,” tutupnya.
Laporan : Nalda Zabila