PT Asmindo Diduga Maksakan untuk Hauling, Praktisi Hukum Sultra Nilai Akan Menjadi Peta Komplik di Konsel

waktu baca 6 menit
Andre Darmawan

KENDARI – PT. Asera Mineral Indonesia (Asmindo), terkesan memaksakan diri untuk kepentingan jalan Hauling perusahaan di Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra).

Akibatnya, para aktivis hukum di Sultra turut angkat bicara.

Andre Darmawan, yang juga dikenal sebagai Advokat, menekankan agar pemerintah lebih selektif dalam mengambil kebijakan, perihal pemberian izin penggunaan jalan umum, untuk digunakan sebagai jalan hauling.

Sebab, menurut dia, akan banyak dampak yang ditimbulkan, bilamana pemerintah mengamini aktivitas hauling PT. Asmindo di jalan umum, utamanya poros Angata-Tinanggea.

Disebutkannya, dampak yang nanti ditimbulkan, mulai dari kebisingan kendaraan, yang tentunya akan menggangu ketenangan masyarakat.

Kemudian, masalah lainnya, yakni timbulnya polusi yang nantinya menyebabkan gangguan kesehatan, utamanya pada saluran pernafasan.

Sehingga ia meminta kepada pemerintah, agar benar-benar mengambil kebijakan yang pro terhadap masyarakat, sebabĀ  kepentingan masyarakat itu lebih utama.

“Iya walaupun nantinya ada izin, to kalau masyarakat menolak, pemerintah harus mendengarkan. Pemerintah jangan serampangan memberi izin, harus memperhitungkan dampaknya kepada masyarakat,” ujar pria berkacamata, seperti yang dikutip Detiksultra.com, Jumat (23/4/2021).

Lebih lanjut, Andre bilang, fasilitas jalan yang dibuat menggunakan anggaran APBN maupun APBD provinsi dan kabupaten, itu diperuntukan untuk masyarakat umum, bukan kepentingan suatu kelompok atau pebisnis.

Belum lagi kata dia, mayoritas jalan provinsi di Konsel itu sudah dalam kondisi rusak, jika ditambah dengan alur lalu lintas hauling perusahaan, maka dipastikan jalan tersebut semakin parah rusaknya.

“Coba di cek apakah kompensasi akan sebanding dengan biaya perbaikan kerusakan jalan. Karena biaya untuk perbaikan jalan itu mahal. Jadi jangan hanya sekedar iming-imingan semata,” tegas dia.

Ia juga meminta peran aktiv dari anggota dewan perwakilan rakyat (DPRD) Sultra, apabila benar adanya Gubernur Sultra akan mengeluarkan izin.

“Karena ditengah banyaknya tuntutan masyarakat Konsel untuk perbaikan jalan provinsi, malah Pemprov membiarkan perusahaan tambang untuk menggunakan jalan provinsi,” katanya.

Baca Juga :  Lagi, Proyek Rekon Jalan Mataiwoi-Abuki Amburadur, Aktivis Konawe Irfan Kecam Kontraktor CV Star One

“Sehingga pemerintah diminta untuk mementingkan aspirasi masyarakat. Jika tidak, maka kemungkinan konflik tidak akan terhindarkan, dan pemerintah maupun aparat harus hati-hati menyikapi persoalan ini,” tegas Andre Dermawan.

Pengangkutan Ore Nikel Seharusnya Menggunakan Jalan Khusus

Berdasarkan UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan, pada pasal 1 angka 5 disebutkan bahwa, jalan umumĀ adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum.

Lalu pada pasal 1 angka angka 6 disebutkan, jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha, perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri.

Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 5 dan 6 UU nomor 38 Tahun 2004 sangat jelas bahwa jalan umum diperuntukan untuk lalu lintas umum dan bukan untuk kepentingan badan usaha untuk kepentingan sendiri.

Sehingga seharusnya pengangkutan ore nikel tidak menggunakan jalan umum tapi harus menggunakan jalan khusus, karena kegiatan tersebut jelas untuk kepentingan usahannya sendiri.

Terlebih aktifitas pengangkutan ore nikel tersebut menggunakan armada truk yang banyak dengan aktifitas yang intens dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga akan menganggu lalu lintas umum dan dapat merusak badan jalan/ruang manfaat jalan.

Perusahaan tambang sebelum melakukan kegiatan operasi produksi seharusnya sudah menyiapkan fasilitas jalan khusus untuk kegiatan pengangkutan ore nikel.

Kerena hal tersebut merupakan salah satu kesiapan teknis yang harus dipenuhi oleh perusahaan tambang ketika akan mengajukan izin operasi produksi dan regulasi mengenai jalan khusus sudah diatur dalam Peraturan Menteri PU nomor 11/PRT/M/2011 tentang pedoman penyelenggaraan jalan khusus.

Izin atau Dispensasi Penggunaan Jalan Umum.

Penggunaan jalan umum untuk kegiatan pengangkutan ore nikel pada dasarnya dilarang karena hal tersebut dapat menggangu dan merusak fungsi jalan.

Tetapi mengingat banyaknya kegiatan yang menggunakan jalan umum selain dari peruntukannya termasuk untuk kegiatan tambang dan perkebunan maka pemerintah dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum (PU) telah mengeluarkan regulasi yaitu Permen PU nomor 20/PRT/M/2011 tentang pedoman pemanfaatan dan penggunaan bagian-bagian jalan.

Baca Juga :  Pahri Yamsul Akui Aspal yang Rusak di Jalan Mataiwoi-Abuki Kualitasnya Kurang Bagus

Permen PU nomor 20/PRT/M/2011, telah mengatur dan memberikan syarat tertentu yang harus dipenuhi bagi penggunaan jalan umum untuk kegiatan diluar dari peruntukan jalan umum, dan yang berwenang untuk memberikan izin atau dispensasi penggunaan jalan umum yaitu untuk penggunaan jalan nasional harus mendapatkan izin/dispensasi dari Menteri PU yang dalam hal ini didelegasikan kepada Balai Besar Pelaksanaan Jalan nasional (BPJN).

Penggunaan jalan provinsi harus melalui izin/dispensasi gubernur dan penggunaaan jalan kabupaten/kota harus melalui izin/dispensasi bupati/walikota.

Pemberian izin dan dispensasi ini diberikan setelah terpenuhinya syarat administrasi yaitu mengenai rencana pengangkutan dan perizinan usaha serta adanya jaminan pemeliharaan jalan berupa jaminan bank serta polis asuransi.

Setelah dilakukan evaluasi dan penijauan lapangan oleh pemerintah dengan tetap mempertimbangkan fungsi jalan dan faktor keselamatan pengguna jalan. Pemberian izin atau dispensasi ini diberikan dengan jangka waktu dan dievalusi secara ketat pelaksanaannya.

Diketahui sebelumnya, Lira dan Himakta Sultra juga menolak rencana PT Asmindo menggunakan jalan
umum untuk akses Houling di Konsel

Penolakan dari kedua lembaga tersebut bukan tanpa alasan. Melainkan lembaga tersebut telah lama mendengar kabar yang sudah lama berkembang di masyarakat. Adapun rencana akses jalan yang akan dilalui oleh kendaraan truk bermuatan Ore Nikel milik perusahaan PT Asmindo yakni: Desa Pewutaa, Aopa, Mataiwoi, Puulipu, Angata Matabondu, Pudambu, Boloso.

Ketua DPW Pemuda LIRA Sultra Sartito, dengan tegas menolak dan mendukung penuh tuntutan adik-adik HIMAKTA. sebab mereka masih memikirkan nasib masyarakat di Kecamatan Angata, Konsel.

“Terkait sosialisasi yang terjadi kemarin, yang di lakukan oleh PT. Asmindo dengan rencana penggunaan ruas jalan provinsi, yang diduga di fasilitasi oleh Pemerintah Kecamatan dalam hal itu Camat dan beberapa Pemerintah Desa, imenurut Sartito, telah menyalahi prosedural,” ucap Sartito, Rabu (14/4/2021) lalu.

Baca Juga :  Panji Muda Deklarasi Dukung Yudianto Mahardika di Pilwali Kota Kendari

Kata dia, dasar hukum untuk melintasi ruas jalan provinsi itu apa. Terus kemudian berbicara masalah dampak negatif soal tambang, jika musim kemarau tentu kita membahas soal debu, ketika bicara soal musim hujan Kita tidak bisa lagi menceritakan kepada masyarakat bahwa dampaknnya kita kerusakan jalan.

“Persoalan kemarin saya dengar bahwa ada MOU yang dibuat oleh pihak perusahaan, masyarakat dan pemerintah setempat. Saya pikir MOU itu tidak berdasar. Terus kemudian akan membuat CSR, Konpensasi. Yah tentu itu adalah sebuah kebijakan,” sindirnya.

Jika berbicara soal kebijakan, sambung Tito, mereka harus merujuk pada Undang-Undang (UU), mana yang lebih tinggi kedudukannya apakah UU, atau kebijakan. Jelas yang lebih tinggi kedudukannya adalah UU, tidak boleh lagi membuat kebijakan yang keluar dari regulasi.

“Kalau pemerintah camat memfasilitasi, saya meminta agar bertanggung jawab penuh atas apa yang mereka lakukan. Dan kami menolak keras atas rencana PT Asmindo untuk menggunakan jalan holling di ruas jalan kecamatan angata,” tegasnya.

Sementara itu, Sarman selaku Dewan Pendiri HIMAKTA, menambahkan bahwa penggunaan jalan umum tentu tetap tunduk sepenuhnya pada UU Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan dan UU 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

“Bahkan sebelum di jadikan saja tempat beroperasi perusahaan, kondisi jalan sudah rusak parah apalagi kalau sudah dijadikan jalan houling, maka akan sering memakan korban kecelakaan lalu lintas, bagaimana tidak, kondisi jalan akan seperti kubangan sawah, belum lagi kendaraan sepuluh roda bermuatan berat melintas tiap hari,” cetus Sarman.

Laporan : Jaspin