Anggota DPRD Provinsi Sultra Kecam Pelaku Pembacokan di Bau-bau

waktu baca 3 menit
Fajar Ishak

KENDARI – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) Fajar Ishak, kaget saat mendapat kabar di group Whatshapp soal pembacokan atau penikaman seorang wartawan Online (Ciber) di Kota Bau-bau, Sabtu (22/7/2023).

Sebagai mantan ketua PWI Bau-bau, Fajar Ishak sangat menyayangkan dan mengecam adanya kejadian tindak pidana penganiayaan terhadap jurnalis Irfan.

Peristiwa ini harus mendapat atensi khusus dari Kapolda Sultra dan Kapolri agar kedepan tidak ada lagi wartawan yang dianiaya oleh siapapun dengan alasan apapun.

“Saya merasa kemerdekaan pers di Sultra khususnya di Bau-bau sudah mulai terancam. Pelaku harus segera di tangkap dan motifnya harus segera terungkap. Jika ternyata dalam pengungkapan kasus ini ditemukan mengarah pada tindakan intimidasi wartawan akibat tugas jurnalistik, maka pihak POLRI dalam hal ini Polres Bau-bau harus segera menangkap juga aktor intelektualnya,” ucap Politisi Partai Hanura itu.

Jika benar, lanjut dia, korban pernah menerima pesan via WA dari seseorang yang notabene ASN sebelum kejadian penikaman itu, bisa dijadikan pintu masuk penyidik untuk memastikan apa ada hubungannya dengan kasus ini dan apa maksud pengirim pesan tersebut ke korban.

Apakah bermaksud membantu korban agar selalu waspada karena ada yang mau jahati korban ataukah justeru pengirim pesan itu menjadi aktor inteltualnya.

“Yang pasti pengirim pesan itu perlu di mintai keterangan segera,” tegas Fajar Ishak, yang juga merupakan kandidat Doktor Ilmu Hukum UMI Makassar.

Sebelumnya, Salah seorang Wartawan Online (Ciber) di Kota Bau-bau atas nama Irfan mendapat kekerasan dari Orang Tidak Dikenal (OTK), pada Sabtu (22/7/2023).

Irfan diduga menjadi korban kekerasan sehubungan dengan profesi atau pekerjaannya sebagai wartawan dalam melalukan pemberitaan di lingkup Kota Bau-bau.

Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kota Bau-bau La Ode Aswalin mengatakan, kejadian kekerasan yang dialami saudara Irfan adalah bentuk ancaman terhadap hal-hal lebih prinsip dalam kehidupan pers nasional, yakni ancaman terhadap kebebasan dan kemerdekaan pers, yang diperjuangkan dengan pengorbanan besar dan mesti dilindungi negara.

PWI Bau-bau memandang kejadian yang menimpa saudara Irfan membuktikan bahwa ikhtiar untuk menjalankan dan menegakkan kebebasan dan kemerdekaan pers masih menghadapi banyak hambatan dan tantangan berat.

“Informasi yang kami ketahui sebelumnya korban menerima ancaman karena pemberitaan di media tempatĀ  ia bekerja. Untuk itu kami mendorong kepada aparat penegak hukum untuk mengusut kasus ini secara tuntas dan membawa pelakunya ke peradilan agar mendapatkan hukuman yang setimpal atas perbuatannya,” ucap Aswalin.

PWI Bau-bau berharap Penegak hukum dalam hal ini Polres Bau-bau segera menangkap dan mengungkap motif masalah tersebut, sebab profesi wartawan dalam menjalankan tugasnya dilindungi oleh undang-undang, kode etik jurnalistik dan regulasi lain yang sah di mata hukum dan negara.

“Kita berharap kepada aparat kepolisian segera menangkap pelaku dan mengungkap motif kekerasan yang dialami saudara Irfan,” harap La Ode Aswalin.

SN