Kasus Pembantaian Satwa di Morosi Terus Bergulir di BKSDA Sultra
KENDARI – Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Sulawesi Tenggara (Sultra) masih terus menyelidiki pembantaian satwa liar beberapa waktu lalu.
Meski hanya Tulang Buaya sebagai bukti sementara, namun pihaknya tetap kooperatif menelusuri pembantaian yang telah di lakukan Tenaga Kerja Asing (TKA) di Morosi itu.
Saat di konfirmasi sultranews.co.id, Kepala BKSDA Sultra, Sakrianto Djawie, mengatakan saat ini pihaknya masih merampungkan bahan keterangan yang segera ditindaklanjuti.
“Kami masih rampungkan hasil penyelidikan,” tulisnya melalui pesan singkat WhatsApp. Kamis (02/8/2021).
Sebagaimana diketahui, beberapa hari lalu pembantaian tanpa belas kasihan yang dilakukan TKA ke satwa yang dilindungi (buaya) menuai sorotan dari berbagai pihak.
Faktanya buaya tersebut ternyata diolah untuk dijadikan santapan oleh mereka.
Saat mengetahui kejadian itu pihaknya langsung bergegas ke lokasi.
Namun, sesampainya di lokasi barang bukti yang ia temukan hanya berupa serpihan tulang buaya yang direncanakan akan di uji sampel apakah benar-benar itu tulang buaya.
“Melainkan, sisa-sisa dari olahan buaya untuk dijadikan santapan itu tak ada satupun bukti kuat yang ditemukan selain tulangnya saja,” jelas Sakrianto saat diwawancara sultranews.co.id, pada Kamis (26/8/2021) lalu.
Disisi lain, dirinya tak hanya mau menyudutkan TKA. Ia juga membeberkan pihaknya tengah menulusuri jual beli satwa yang dilakukan oleh masyarakat lokal.
“Pengakuan TKA mereka beli buaya itu ke masyarakat lokal, namun kita masih telusuri apakah mereka itu tenaga kerja lokal atau masyarakat setempat. Jika terbukti, bisa-bisa yang menjual terjerat hukum,” bebernya.
Selain itu, tim BKSDA juga sementara menyelidiki siapa yang pertama kali mengunggah postingan di sosial media yang hingga viral, karena akan dimintai keterangan.
Selain serpihan tulang buaya, BKSDA Sultra juga telah mengantongi foto dan video yang sempat viral dan akan terus menindak lanjuti sampai kasus tersebut tuntas.
Perlu diketahui, di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, Pada Pasal 21 ayat 2 sudah sangat jelas yang ancaman hukumannya 5 tahun penjara
Laporan : Muhammad Alpriyasin