PT ST Nickel Resources Diduga Lakukan Illegal Mining di Lahan Adat Pondidaha, Masyarakat dan HMI MPO Angkat Bicara

waktu baca 3 menit
Indra Dapa Saranani

KONAWE, Sultranews.co.id – Aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh PT ST Nikel Resources di wilayah Kecamatan Pondidaha, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, diduga kuat merupakan praktik illegal mining karena berada di atas lahan Ulayat adat yang belum dilepaskan secara sah dan tanpa persetujuan masyarakat adat setempat.

Masyarakat adat Pondidaha mengungkapkan bahwa lahan tersebut telah dikuasai turun-temurun, diperkuat oleh Surat Keterangan Penguasaan Ulayat tertanggal 1987 yang ditandatangani oleh kepala wilayah kala itu, almarhum Wuata Saranani.

Dalam surat itu disebutkan bahwa lahan dimaksud merupakan tanah Ulayat yang tidak dapat dialihkan tanpa musyawarah dan persetujuan adat.

Dugaan Sertifikat Fiktif Tanpa Alas Hak

Parahnya lagi, aktivitas PT ST Nikel Resources diduga bermodalkan sertifikat hak milik (SHM) yang tidak sah dan tidak memiliki alas hak yang jelas.

Sertifikat tersebut diterbitkan tanpa proses pelepasan hak Ulayat maupun bukti penguasaan yang sah, sehingga menimbulkan dugaan kuat adanya permainan mafia tanah.

“Ini bentuk nyata perampasan hak masyarakat adat. Kami tidak pernah menjual, melepaskan, atau menyetujui adanya aktivitas tambang. Tapi tiba-tiba ada sertifikat dan alat berat di atas tanah kami,” kata salah satu ahli waris lahan.

Sikap HMI MPO Konawe Selatan

Ketua HMI MPO Cabang Konawe Selatan, Indra Dapa Saranani, mengecam tindakan tersebut sebagai bentuk kejahatan agraria dan pelanggaran konstitusi.

“Kami menilai aktivitas PT ST Nikel Resources mengandung unsur illegal mining, karena dilakukan di atas tanah yang belum dilepaskan dan ditolak oleh pemilik Ulayat. Sertifikat yang digunakan patut diduga fiktif. Negara harus hadir dan menindak tegas,” ujar Indra.

Ia menegaskan bahwa HMI MPO akan mengawal kasus ini hingga ke tingkat nasional, dan mendorong Komnas HAM, ATR/BPN, serta aparat penegak hukum untuk memproses dugaan pidana pertanahan dan pertambangan ilegal.

Baca Juga :  Rapat Perdana SC Kongres Persatuan PWI 2025: Langkah Awal Menuju Persatuan dan Kemajuan

Landasan Hukum: UUPA dan UU Minerba

UUPA 1960 Pasal 3 menegaskan bahwa hak-hak ulayat masyarakat adat harus dihormati, dan tidak boleh dialihkan tanpa musyawarah yang sah.

UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba Pasal 134A mewajibkan perusahaan pertambangan untuk mendapatkan persetujuan masyarakat hukum adat jika beroperasi di wilayah adat.

Namun dalam kasus ini, tidak ada musyawarah adat, tidak ada proses pelepasan hak, dan tidak ada kompensasi. Hal ini menjadi dasar kuat bahwa aktivitas yang dilakukan termasuk kategori tambang ilegal dan melawan hukum.

Tuntutan dan Rencana Masyarakat Adat

Masyarakat adat bersama HMI MPO Konawe Selatan saat ini tengah mempersiapkan laporan resmi ke Komnas HAM, ATR/BPN, dan aparat penegak hukum, serta mempertimbangkan gugatan hukum melalui PTUN untuk membatalkan legalitas sertifikat yang diduga fiktif.

Hingga berita ini diterbitkan, belum ada klarifikasi resmi dari PT ST Nikel Resources maupun Pemerintah Daerah Kabupaten Konawe.

Laporan: Redaksi