Sidang Kedua PT NBP Tertunda Lagi, Hakim: JPU Belum Bisa Hadirkan Saksi
Konawe – Sidang ke dua terhadap tujuh tersangka perkara PT Naga Bara Perkasa (NBP) di Pengadilan Negeri (PN) Unaaha kembali tertunda, Selasa (14/7/2020).
Hakim Ketua, Febrian Ali mengatakan sidang kedua terhadap tujuh tersangka perkara PT NBP kembali tertunda, lantaran Jaksa Penuntut Umum (JPU) belum bisa menghadirkan saksi.
“Karena saksi tidak hadir, maka sidang kita tunda. Jadi para terdakwa tetap berada dalam ruang tahanan Rutan Kelas ll B Unaaha. Sidang akan kita lanjutkan pada Selasa 21 Juli 2020,” Kata Febrian Ali.
Alasan JPU belum bisa menghadirkan para saksi dalam persidangan, kata Febrian, lantaran adanya musibah banjir di Konawe Utara (Konut).
“Para saksi tidak dapat hadir karena di Konut masih banjir,” ucapnya.
Dihadapan JPU dan Kuasa Hukum ke tujuh terdakwa itu, Febrian menegaskan kasus tersebut sudah harus di putus pada 7 September 2020 mendatang.
“Hitungannya itu 45 hari saja. Jadi tolong jaksa hadirkan saksi minggu depan, supaya kasus ini cepat usai,” tegasnya.
Untuk diketahui, ketujuh orang tersangka diduga melakukan pemanfaatan kawasan hutan lindung di Blok Matarepe Konawe Utara (Konut) tanpa dilengkapi izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup RI.
Dari ketujuh orang yang berhasil di tangkap dan ditetapkan sebagai tersangka salah satunya adalah Direktur Utama PT NBP Tuta Nafisa. Sedangkan enam lainnya yakni Edi tuta (53), Ilham (20), Arinudin alias Pele (44), kemudian Muh Alfat (22), Rahman (21) dan Sultra (35). Keenam merupakan operator alat berat excavator di PT NBP.
Di Tempat Kejadian Perkara (TKP), Penyidik Kepolisian berhasil menyita barang bukti berupa empat unit excavator dan 300 ton ore nikel/biji nikel yang telah diolah.
Atas perbuatannya, ketujuh tersangka tersebut dikenakan pasal 87 ayat (1) huruf a dan b ayat (2) huruf a dan b dan uu RI Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pengrusakan Hutan dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp 20 miliar.
Kemudian Pasal 158 Jo pasal 37 dan pasal 40 ayat (3) dan pasal 48 UU RI Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Jo pasal 55 ayat (1) KUHPidana dan pasal 56 ayat (1) KUHPidana dengan ancaman hukuman sepuluh tahun penjara dan dan denda paling banyak Rp 10 miliar.
Menariknya dalam perkara ini enam karyawan ikut diterapkan pasal yang sama seperti yang disangkakan kepada direktur utama PT. NBP.
Dari pantauan media, persidangan tersebut dilakukan secara online dan real time (seketika) dari jarak jauh melalui teknologi video conference dengan menggunakan Laptop dan koneksi jaringan, sehingga memungkinkan masing-masing untuk saling melihat dan berbicara sebagaimana dalam persidangan secara offline. (SN)