Tak Ada Saksi Ahli, Sidang Lanjutan PT Naga Bara Perkasa di Tunda

waktu baca 2 menit
Ketgam. Proses persidangan kasus dugaan pemanfaatan kawasan hutan lindung terhadap tujuh tersangka perkara PT Naga Bara Perkasa (NBP), secara online dan real time (seketika) dari jarak jauh melalui teknologi video conference dengan menggunakan Laptop dan koneksi jaringan.

UNAAHA – Pengadilan Negeri (PN) Unaaha, menunda Sidang kasus dugaan pemanfaatan kawasan hutan lindung terhadap tujuh tersangka perkara PT Naga Bara Perkasa (NBP) lantaran saksi ahli dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni Bustang dan Yuscita berhalangan hadir dalam persidangan.

Perlu diketahui, Ketujuh orang tersangka tersebut diduga melakukan pemanfaatan kawasan hutan lindung di Blok Matarepe Konawe Utara tanpa dilengkapi izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup RI.

Sidang yang dipimpin langsung oleh Ketua Pengadilan Negeri Unaaha, Febrian Ali, SH, MH. Selaku hakim ketua, Febrian mengatakan sidang dilanjutkan pekan depan, Selasa 4 Agustus 2020, dengan agenda pemeriksaan saksi ahli.

“Satu September 2020 itu sudah putusan Pemeriksaan saksi, besok itu kesempatan terakhir, soalnya kita mau lanjut ke tahapan selanjutnya. Maka kita lanjutkan pada Minggu yang akan datang. Karna saksinya belum hadir. Para terdakwa tetap dalam rumah tahanan, sidang kami tutup,” pungkas Febrian Ali sambil mengetuk palu sidang.

Sebelumnya, di Tempat Kejadian Perkara (TKP), Penyidik Kepolisian berhasil menyita barang bukti berupa empat unit excavator dan 300 ton ore nikel / biji nikel yang telah diolah.

Atas perbuatannya, ketujuh tersangka tersebut dikenakan pasal 87 ayat (1) huruf a dan b ayat (2) huruf a dan b dan uu RI Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pengrusakan Hutan dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp 20 miliar.

Kemudian Pasal 158 Jo pasal 37 dan pasal 40 ayat (3) dan pasal 48 UU RI Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Jo pasal 55 ayat (1) KUHPidana dan pasal 56 ayat (1) KUHPidana dengan ancaman hukuman sepuluh tahun penjara dan dan denda paling banyak Rp  10 miliar. (Cr2)

Dari pantauan awak media ini, ketujuh tersangka mengikuti persidangan secara online dan real time (seketika) dari jarak jauh melalui teknologi video conference dengan menggunakan Laptop dan koneksi jaringan, sehingga memungkinkan masing-masing untuk saling melihat dan berbicara sebagaimana dalam persidangan secara offline.

Dalam perkara ini, enam tersangka yakni operator alat berat Excavator didampingi oleh Kuasa Hukum, Nasrudin SH. Sementara Direktur PT NBP Tuta Hafisa didampingi oleh Kuasa Hukum Razak Naba.