Tiga Organisasi Pers Kecam Tindakan Oknum Polisi Pukuli Wartawan

waktu baca 3 menit
Aksi unjuk rasa yang berakhir ricu di depan Kantor BLK Kendari, Kamis (18/3/2021). Foto istimewa

KENDARI – Sejumlah Organisasi wartawan mengecam tindakan refresif oknum polisi menganiaya jurnalis saat menjalankan tugas peliputan aksi demo di Balai Latihan Kerja (BLK) Kendari, Kamis (18/3/2021)

Sekretaris Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sulawesi Tenggara (Sultra) Mahdar, yang juga merupakan Direktur Surat Kabar Harian Berita Kota, mengaku jika anggotanya yang bernama Rudinan mendapatkan kekerasan dari oknum polisi. Untuk itu dirinya menyatakan:

1. Mengecam tindakan represif oknum polisi terhadap wartawan Berita Kota Kendari, atas nama Rudinan, ketika sedang melakukan tugas peliputan aksi unjuk rasa di Kantor Balai Latihan Kerja (BLK) Kendari, Kamis, 18 Maret 2021.

2. Mendesak kepada Kapolda Sultra untuk segera mengusut dan menindak oknum polisi pelaku kekerasan tersebut.

3. Meminta kepada semua pihak untuk menghargai wartawan dalam menjalankan tugas-tugas jurnalistik sesuai UU Pers No. 40/1999.

Begitupula dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kendari juga turut mengecam aksi brutal sekolompok oknum polisi tersebut

Menurutnya, tindakan kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian tidak bisa dibenarkan dengan alasan apapun. Apalagi tugas pokok polisi sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat.

Penghalang-halangan dan kekerasan yang dilakukan aparat keamanan ini merupakan tindak pidana, sekaligus mengancam kebebasan pers. Karena jurnalis dalam menjalankan tugas di lapangan dilindungi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

“Menghalangi tugas jurnalis saja sudah pidana. Apalagi sampai ada kekerasan fisik,”kata Koordinator Divisi Advokasi AJI Kendari, La Ode Kasman Angkosono.

Ketentuan pidana ini diatur dalam UU Pers Pasal 18 ayat (1), yang berbunyi setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi maka dipidana penjara paling lama tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.

Tindakan represif aparat kepolisian terhadap jurnalis terus berulang. Maka dari itu, kami meminta agar para oknum polisi yang terlibat agar mendapat sanksi tegas, jangan terkesan dilindungi.

Pimpinan harus tegas dalam kasus seperti ini, untuk memberikan efek jerah terhadap para pelaku yang berbuat semena-mena terhadap masyarakat.

Selain itu, AJI Kendari meminta agar pimpinan kepolisian juga mengajari anggotanya tentang kerja-kerja jurnalis yang dilindungi UU Pers.

Kemudian, kami juga mengimbau kepada para pewarta agar selalu berhati-hati dan tetap menaati kode etik dalam setiap menjalankan tugas-tugas jurnalistik di lapangan.

Kecaman selanjutnya disampaikan oleh IJTI Sultra melalui Koodinator Divisi Advokasi, Mukhtaruddin yang mengatakan tindakan Kepolisian telah mencederai kebabasan Pers, menghalangi kerja-kerja Jurnalis yang dilindungi oleh Undang-undang.

“Tindakan ini terus berulang, yang menunjukkan kinerja yang tidak profesional. Tentunya ini harus diproses dan harus diberikan efek jerah agar tidak terjadi lagi tindakan kekerasan
terhadap pers selanjutny,” katanya.

Di tempat terpisah, Kapolres Kendari AKBP Didik Erfianto meminta maaf atas insiden tersebut. Didik didampingi Kasat Reskrim Polres Kendari AKP I Gede Pranata Wiguna.

“Saya selaku pribadi dan institusi meminta maaf terhadap rekan-rekan jurnalis atas adanya insiden dalam pengamanan aksi demonstrasi tersebut. Oknum polisi yang diduga melakukan itu, akan kami periksa dan diproses di Polres Kendari, biar menjadi pelajaran bagi kita secara bersama,” tuturnya. 

Sebelumnya Ketua PWI Sultra Sarjono, saat mengetahui insiden pemukulan terhadap salah satu wartawan oleh oknum polisi, dengan tegas mengatakan pimpinan Polri mesti bertanggungjawab atas tindakan refresif yang dilakukan anak buahnya terhadap wartawan media cetak Harian Berita Kota, Rudinan.

“Situasional penanganan aksi tidak dapat menjadi alasan terjadinya kekerasan terhadap wartawan,”tegas Sarjono.

Untuk diketahui, aksi unjuk rasa protes lelang proyek di kantor Balai Latihan Kerja (BLK) Kendari, Sulawesi Tenggara ricuh, Kamis (18/3/2021).

Kericuhan dipicu saat masa pengunjuk rasa akan membakar ban bekas sebagai bentuk kekesalan terhadap kepala BLK Kendari.

Petugas kepolisian dari Polres Kendari tak ingin ada pembakaran ban. Saat pembakaran ban akan dilakukan mahasiswa yang terhimpun pada Elemen Pemerhati Keadilan Sulawesi Tenggara dibubarkan polisi.

Saat dibubarkan satu pengunjuk rasa pingsan akibat terkena pukulan dan tendangan oknum petugas.Tak cuma itu, wartawan ikut dibentak dengan kata-kata tak pantas saat peliputan aksi itu dan mendapatkan kekerasan.

SN