Aktivitas Ilegal di Blok Matarape Konut, Penambang Untung Rakyat Buntung
Kendari – Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Tenggara, Saharuddin, menyebut adanya pembiaran oleh sejumlah pihak terkait penambangan secara ilegal yang terjadi di kawasan hutan lindung blok Matarape, Kecamatan Langgikima, Kabupaten Konawe Utara (Konut), Jumat (3/7/2020).
Menurut Saharuddin, pembiaran itu menyebabkan lolosnya penambang liar yang beraktivitas di blok Matarape tanpa mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP).
“Lokasi itu sudah jelas merupakan kawasan hutan lindung, terlebih lagi lelangnya juga sudah dibatalkan oleh Kementerian. Sehingga di blok Matarape itu menjadi status quo atau tidak ada aktivitas penambangan,” ujar Saharuddin dalam konferensi Persnya di kantor Walhi Sultra, pada Kamis (2/7/2020).
Tidak hanya itu, Saharuddin juga menerangkan akibat aktivitas pertambangan di kawasan hutan lindung blok Matarape, masyarakat terkena dampak. Salah satunya yaitu, jalan menuju Desa di sekitar kawasan tersebut mengalami kerusakan parah akibat dijadikan sebagai jalur transportasi pengangkutan hasil pertambangan.
“Negara mengalami kerugian besar akibat kejahatan lingkungan tersebut hingga dampak kerusakan yang dirasakan oleh masyarakat sekitar. Olehnya itu, saya meminta seluruh pihak seperti diantaranya institusi Polri dan Satber pungli maupun Satgas DLHK, untuk menindak tegas para pelaku usaha pertambangan yang terjadi wilayah tersebut,” tegasnya.
Saharuddin, dalam memuluskan pengangkutan ore nickel dari hasil penambangan itu, ia menduga ada perusahaan tersebut bersekongkol dengan beberapa pihak yang memberikan dokumen.
“Jadi ada yang memberikan dokumen itu yng sudah dijual untuk ore nickel itu seolah bahwa itu milik perusahaan lain. Dengan adanya dokumen itu jadi statua ore nickel itu menjadi legal. Sehingga ore itu bebas diangkut keluar ke tongkang untuk dikirim ke perusahaan yang membeli ore tersebut,” ucapnya.
Saharuddin juga membeberkan, status kawasan hutan lindung dalam blok Matarape itu telah menjadi status quo atau tidak ada aktivitas pertambangan lagi.
Hal itu ditetapkan setelah adanya surat Keputusan Menteri Nomor 1805 Tahun 2018 terkait pembatalan status lelang.
“Pada Januari 2019, juga telah ada tembusan surat pembatalan oleh Ombudsman RI di kawasan Blok Matarape. Bahkan sebelumnya juga telah di Police Line oleh Bareskrim Polri di lokasi tersebut,” bebernya.
Pada penambangan ilegal itu, Walhi mengendus terdapat tiga nama dari kalangan elit yang diduga menjadi aktor dalam aksi kejahatan lingkungan tersebut.
“Ada tiga yang kami ketahui, masing-masing berinisial A, BC dan T,” ungkap Saharuddin.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Sultra, Kombes POl Ferry Walintukan, saat dikonfirmasi oleh Sultra News melalui pesan whatsapp nya belum menjawab terkait ada dugaan aktivitas penambangan itu. (SN)
[feed url=”https://sultranews.co.id/category/kriminal/” number=”5″]