Penambangan Pasir Ilegal di Buton Digerebek Polisi
Buton – Sebuah aktivitas penambangan pasir ilegal di bibir pantai Desa Kamelanta, Kecamatan Kapontori, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara (Sultra), digerebek Polisi, pada 28 September 2020 lalu.
Pada penggerebekan itu, Polisi mengamankan 3 orang pekerja yang sedang melakukan penambangan pasir secara ilegal.
Kasat Reskrim Polres Buton, AKP Dedy Hartoyo mengatakan, penggerebekan penambangan pasir ilegal itu berawal dari adanya laporan warga yang resah terhadap aktivitas tersebut.
“Pada saat penggerebekan itu pemilik mesin melarikan diri dan hanya para buruh saja yang ada di lokasi. Namun kita tetap amankan untuk dimintai keterangannya terkait penambangan pasir tersebut,” ujar Dedy kepada Sultra News, Sabtu (3/10/2020).
Mantan Kapolsek Ranomeeto ini menerangkan, modus operandi penambangan pasir tersebut menggunakan alat mesin yang tidak ramah lingkungan dengan meyedot di dasar laut.
“Para pelaku sengaja menyedot pasir dari dasar laut dengan menggunakan mesin kompresor agar tidak nampak serta untuk medapatkan jumlah pasir yang lebih besar, kemudian pasir yang disedot akan disalurkan melalui pipa paralon besar lalu hasilnya ditampung disatu tempat yang sudah disiapkan kemudian pasir tersebut dijual,” jelas Dedy.
Saat ini aparat Sat Reskrim Polres Buton masih memburu pemilik mesin berinisial LR yang masih melarikan diri.
Pada penggerebekan itu Polisi mengamankan sejumlah barang bukti (BB) yaitu Mesin TS Diesel sebanyak 3 (tiga) buah, Mesin Kompresor sebanyak 6 (enam) buah, Mesin Alkom sebanyak 4 (empat) buah, Pipa Paralon ukuran 4 inchi sebanyak 4 (empat) buah, Selang ulir ukuran 4 inci sebanyak 3 (tiga) buah dan Sekopang sebanyak 8 (delapan) buah.
“Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) Tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah,” tegas Dedy. (SN)