DKPP RI Periksa Ketua dan Anggota Bawaslu Koltim Soal Pelanggaran Kode Etik

waktu baca 3 menit
Sidang pemeriksaan oleh DKPP RI secara virtual, Selasa (2/2/2021) Dok. Istimewa

Jakarta − Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) akan menggelar sidang virtual pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) untuk perkara nomor 152-PKE-DKPP/XI/2020.

Perkara ini diadukan oleh Sardin melalui kuasanya Heris Ramadan dan M. Amir Amin. Mereka mengadukan Ketua dan Anggota Bawaslu Kabupaten Kolaka Timur yaitu Rusniyanti Nur Rakibe, La Golonga, dan Abang Saputra sebagai Teradu I, II, dan III.

Dalam pokok aduannya, Pengadu mendalilkan para Teradu telah menerbitkan Formulir Model A 13 sebanyak dua kali pada hari yang sama. Formulir yang dimaksud bernomor LP.005/LP/PB/Kab/28.13/2020 tentang Status Laporan Hasil Penelitian dan Pemeriksaan.

Menurut Sardin, hal ini dapat menimbulkan konflik kepentingan dan penafsiran berbeda-beda serta melanggar asas prinsip kemandirian, integritas dan profesional penyelenggara.

Dalam sidang, terungkap bahwa terbitnya dua formulir untuk status laporan yang sama ini berawal dari perbedaan pendapat para Teradu terhadap rekomendasi yang tertuang dalam status laporan tersebut.

Menurut Rusniyanti Nur Rakibe selaku Teradu I, sehari setelah rapat pleno ia didatangi oleh dua koleganya, yaitu La Golonga dan Abang Saputra. Keduanya, kata Rusniyati, melontarkan sikap mereka yang tidak mengakui hasil rapat pleno yang dilakukan malam sebelumnya.

La Golonga dan Abang pun memerintahkan Staf Bawaslu Kolaka Timur untuk membuat Surat Pemberitahuan Tentang Status Laporan yang baru.

“Di mana status laporan tersebut kemudian ditandatangani oleh Teradu II saudara La Golonga atas nama Teradu I Ketua Bawaslu Kolaka Timur dan diparaf oleh Teradu III saudara Abang Saputra Laliasa,” ungkap Rusniyanti.

“Dan saat itu Teradu I memberikan sikap tidak setuju dengan tindakan Teradu II dan Teradu III dengan tidak menandatangani Surat Pemberitahuan Tentang Status laporan yang baru,” imbuhnya.

Perdebatan dan terbitnya surat baru ini terjadi pada 9 Oktober 2020. Padahal, menurut Rusniyanti, ia dan dua Anggota Bawaslu Kolaka Timur telah menyepakati status laporan dalam rapat pleno yang diadakan pada 8 Oktober 2020 malam.

Surat hasil pleno pun diumumkan pada 9 Oktober 2020 saat subuh.

“Surat Pemberitahuan Tentang Status Laporan yang telah kami Teradu I, Teradu II dan Teradu III Putuskan sebelumnya pada Rapat Pleno hari Kamis, 08 Oktober 2020 Pukul 22.00 WITA dan telah Teradu I tandatangani selaku Ketua Bawaslu Kolaka Timur dan telah diparaf oleh Anggota Bawaslu Kolaka Timur Teradu II saudara La Golonga dan Teradu III saudara Abang Saputra Laliasa adalah sah menurut hukum,” tegasnya.

Dalam sidang yang diadakan virtual ini, ketiga Teradu mengikuti sidang secara terpisah satu sama lain.

Sementara itu, La Golonga memberikan keterangan yang berbeda dengan keterangan yang diberikan Rusniyanti. Menurut La Golonga, berdasar hasil kajian dan Rapat Pleno Pimpinan Bawaslu Kolaka Timur, telah diumumkan Status Laporan di Kantor Bawaslu Kolaka Timur pada 8 Desember 2020.

Ia mengungkapkan, dirinya memiliki pendapat yang lain (dissenting opinion) dalam rapat pleno tersebut.

“Status laporan itu ditandatangani oleh La Golonga Atas Nama Ketua Bawaslu Kolaka Timur kerena Ketua Bawaslu Kolaka Timur Rusni Yanti Nur Rakibe tidak bersedia menandatangani Status Laporan a quo berhubung dissenting opinion,” ucap La Golonga kepada majelis.

Sidang ini dipimpin oleh Ketua DKPP, Prof. Muhammad yang menjadi Ketua Majelis. Sedangkan posisi Anggota Majelis diisi oleh Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Sulawesi Tenggara, yaitu Hidayatullah (unsur Masyarakat), Ade Suerani (unsur KPU), dan Sitti Munadarma (unsur Bawaslu).

Sumber. Humas DKPP RI