17 Kabupaten Kota Tuntas Berlaga di Pagelaran Sultra Tenun Carnaval 2023

waktu baca 3 menit
Barisan karnaval dari Kabupaten Muna yang menampilkan tema layang-layang “kaghati kolope” Minggu malam (3/12/2023). Foto: IG sultratenun__

KENDARI, Sultranews.co.id –
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tenggara (Sultra) sukses menggelar kegiatan pagelaran Sultra Tenun Carnaval yang diikuti 17 kabupaten kota se-Sultra.

Dalam rangka memperingati Hari Tenun Nasional (HTN), perayaan Sultra Tenun Carnaval dengan tema “Tenun Sultra, dari Sultra Untuk Indonesia” resmi berakhir pada Minggu malam (3/12/2023).

Acara yang berlangsung di depan kantor Wali Kota Kendari sejak Sabtu 2 Desember 2023 ini berlangsung meriah dan dipadati masyarakat yang ikut menonton. Mereka yang menyaksikan maupun yang menjadi peserta tampak antusias dalam karnawal tersebut.

Barisan karnaval dari Kabupaten Muna yang menampilkan tema layang-layang “kaghati kolope” Minggu malam (3/12/2023). Foto: IG sultratenun__

 

17 kabupaten kota se-Sultra tampil dengan busana yang memukau lengkap dengan cerita legenda masing-masing.

Buton Tengah menampilkan barisan karnaval dengan tema “Keksatria Sangia Wambulu”. Sangia Wambulu dianggap kesatria pada masa Kesultanan Buton yang berasal dari Tolandona.

Sangia Wambulu dengan gagah berani hingga mampu menghalau musuh yang mengancam keutuhan Kesultanan Buton. Lewat barisan karnaval itu, Sangia Wambulu dan para pengikutnya digambarkan mahir menggunakan berbagai senjata seperti keris dan pedang pada saat menumpas pemberontak.

Sementara dari Konawe Utara sendiri juga menampilkan barisan karnaval dengan tema “legenda Oheo dan Anawai Ngguluri”.

Cerita tentang Oheo dan Anawai Ngguluri memang menjadi legenda di Konawe Utara. Hal itu terkait kepercayaan awal mula suku Tolaki Yang mengisahkan kisah cinta Oheo sebagai manusia pertama suku Tolaki dengan salah satu dari tujuh bidadari bernama Anawai Ngguluri.

Ketgam: Barisan karnaval dari Kabupaten Buton Tengah (Buteng), menampilkan tema “Keksatria Sangia Wambulu” pada Minggu malam (3/12/2023). Foto: IG sultratenun__

Corak kain tenunan khas Tolaki konon berasal dari sehelai selendang bidadari yang sedang iseng turun dari kayangan. Kisah bidadari yang kemudian dikenal dengan nama bercitarasa etnis Tolaki, Anawai Ngguluri.

Baca Juga :  Dikbud Konawe Gelar Advokasi Pendampingan Implementasi Prinsip Asesmen dan Pembelajaran Kurikulum Merdeka 2024

Peserta karnaval lainnya dari Kabupaten Muna, menampilkan busana dengan hiasan layang-layang “kaghati kolope”. Motif kostum ini menggambarkan kaghati kolope yang memiliki filofi keberkahan dan kesakralan masyarakat muna yang masih sangat dipelihara dan diyakini sebagai simbol budaya dan adat istiadat.

Kaghati kolope sendiri merupakan layang-layang pertama di dunia. Hal itu dibuktikan dengan adanya lukisan tangan manusia yang menggambarkan layang-layang di dalam Gua Sugi di Desa Liangkabori, Muna. Gambar tersebut ditemukan oleh antropolog asal Jerman bernama Wolfgang Bick.

Dalam Gua Sugi, tergambar seseorang sedang bermain layang-layang di dinding batu dengan menggunakan tinta berwarna merah dari oker (campuran tanah liat dan getah pohon). Usia lukisan lukisan tersebut diperkirakan 5000 sampai 9000 tahun sebelum masehi.

Sebelumnya, Penjabat (Pj) Gubernur Sultra Andap Budhi Revianto membuka secara resmi kegiatan tersebut. Ia menyebut bahwa tenun bukan hanya selembar kain yang dipintal dari benang-benang. Tetapi kata mantan Kapolda Sultra itu, tenun merupakan karya seni dan penelitian berkaitan dengan pengetahuan, budaya, kepercayaan, lingkungan hidup, serta sistem organisasi sosial dalam masyarakat.

“Tenun Sultra menggambarkan sebuah harmoni keberagaman yang saling berkaitan dan membuktikan bahwa keberagaman jika dirangkai dengan rasa-rasa akan menghasilkan karya yang indah,” ungkapnya.

SN