Anggota Bawaslu Konawe Dijatuhkan Sanksi Keras Akibat Jadi Advisor Tambang

waktu baca 3 menit
Suasana Sidang Etik, yang dilakukan secara virtual. foto Itimewa

JAKARTA – Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra), Indra Eka Putra, diberikan sanksi kersa dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), akibat ketahuan menjadi penasehat hokum disalah satu perusahaan tambang di Sultra.

Pemberian sanksi itu melalui sidang pembacaan putusan perkara kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) di Ruang Sidang DKPP, Rabu (23/3/2021) kemarin di Jakarta.

“Menjatuhkan sanksi Peringatan Keras kepada Teradu Indra Eka Putra selaku Anggota Bawaslu Konawe sejak Putusan ini dibacakan,” kata Ketua Majelis, Prof. Muhammad saat membacakan Amar Putusan Perkara Nomor 03-PKE-DKPP/I/2021.

Dalam pertimbangan putusan, DKPP menyoroti pernyataan Indra Eka Putra -yang berstatus sebagai Teradu dalam perkara 03-PKE-DKPP/I/2021, saat terjadi unjuk rasa masyarakat di PT Muda Prima Insan (MPI) pada 31 Oktober 2020 lalu.

Dalam kesempatan tersebut, Indra yang akrab disapa Iep, sempat menyatakan, “saya advisor perusahaan”. Hal ini juga dibuktikan dengan alat bukti rekaman video yang dihadirkan Pengadu dalam sidang pemeriksaan DKPP yang digelar secara virtual pada 22 Februari 2021.

Saat membacakan pertimbangan putusan, Anggota Majelis, Prof. Teguh Prasetyo mengatakan, Indra berdalih bahwa yang dimaksud sebagai “advisor perusahaan” adalah menjadi penasehat masyarakat dan perusahaan.

Indra, lanjut Teguh, beralasan pernyataan tersebut terjadi secara spontan bertujuan memberi nasehat kepada perusahaan agar tidak terjadi konflik horizontal diantara masyarakat yang terbelah dalam mensikapi sengketa tanah.

Indra juga mengakui bahwa dirinya berprofesi sebagai advokat sebelum menjadi penyelenggara pemilu. Saat ini, lisensi izin beracara miliknya masih berlaku hingga 2022.

“DKPP menilai sikap dan tindakan Teradu mengaku sebagai advisor PT MPI di tengah konflik penguasaan hak atas tanah tidak dapat dibenarkan secara etika,” ucap Teguh.

Baca Juga :  Pahri Yamsul Akui Aspal yang Rusak di Jalan Mataiwoi-Abuki Kualitasnya Kurang Bagus

Sebagai seseorang yang menggeluti profesi advokat, Indra seharusnya memahami, setiap penyataan yang disampaikan dalam situasi konflik mempunyai konsekuensi terhadap kedudukan dan peran seseorang sebagai mediator atau advisor.

Untuk diketahui, Indra diadukan oleh Jaswanto Jahuddin. Dalam sidang pemeriksaan yang lalu, Jaswanto sendiri tidak dapat menghadirkan alat bukti surat yang menunjukkan secara formal Teradu terikat kontrak kerja sebagai advisor PT. MPI.

 

Kendati demikian, DKPP menilai pernyataan Indra dapat dinilai oleh masyarakat yang sedang bersengketa dengan perusahaan bahwa kedudukan dan kapasitas Teradu adalah sebagai penasehat PT MPI.

“Teradu sebagai penyelenggara pemilu sepatutnya menghindari kegiatan yang berpotensi konflik kepentingan dan/atau menggunakan pengaruh jabatan untuk mendapatkan keuntungan pribadi,” terang Teguh

“Sikap dan tindakan Teradu telah menjadi polemik bagi masyarakat setempat yang berdampak luas bagi kredibilitas lembaga Bawaslu Kabupaten Konawe,” imbuhnya.

Teguh menambahkan, Indra telah terbukti melanggar ketentuan Pasal 6 ayat (2) huruf b dan d, Pasal 11 huruf b, Pasal 14 huruf c dan Pasal 15 hurud a Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.

Majelis sidang dalam sidang pembacaan putusan ini diisi oleh Ketua dan Anggota DKPP, yaitu Prof. Muhammad (Ketua Majelis), Dr. Alfitra Salamm, Prof. Teguh Prasetyo, Didik Supriyanto, S.IP., M.IP., dan Dr. Ida Budhiati. [Humas DKPP]

SN