Kepala Syahbandar Molawe dan Relasi Kejahatan Pelayaran di Konut

waktu baca 2 menit
Ashari

KONAWE UTARA – Relasi kuasa didasarkan karena dikuasainya suatu kewenangan. Bentuk kuasa tersebut tidak selalu terlihat maupun tertulis, tapi dilakukan dengan cara kordinasi terselubung.

Konawe Utara (Konut) tidak punya industri pertambangan tapi di buat seperti dunia khayalan. Pihak mereka untung, rakyat dan daerah Konut yang buntung. Padahal suatu industri itu didirikan dengan kajian lingkungan yang mendalam pada kegiatan kepelabuhanan terkait Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp).

Bedasarkan Instrumen Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan, dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut, kata Ashari, semua menjelaskan dengan terang bahwa kegiatan pelayaran dan kegiatan kepelabuhanan harus di tetapkan oleh DLKr dan DLKp.

DLKr dan DLKp ditetapkan oleh Menteri dan Penyelenggara pelabuhan yang menjadi otoritas Syahbandar berkewajiban menjamin dan memelihara kelestarian lingkungan yang ada di dalam DLKr/DKLp.

Ashari yang merupakan Direktur eksekutif eXplor Anoa Oheo melanjutkan, Esensi faktual dari ketedeloran kekuasaan Kepala Syahbandar Molawe, sangat rapi bersekutu memberikan izin kepada PT. Pelabuhan Muara Sampara (PMS) dan PT. Lautan Bahari Nasional (LBN) untuk kepentingan industri PT. Obsidian Stainless Steel (OSS) berkegiatan di wilayah hukum Konut yang secara nyata jauh di luar DLKr/DLKp yang sdh ada di tetapkan oleh Menteri, yaitu pada perairan Kecamatan Morosi Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra).

Syahbandar kaku dan galau dengan kebijakan, terkesan takut dengan pemodal, kepasrahan itu lalu kemudian se-enaknya bertindak se olah-olah daerah otonom Konut ini bak sampah industri pertambangan VDNI dan OSS.

“Cukup alam daratan Konut menjadi serapan kebutuhan bahan baku industri Pertambangan Morosi, mulai dari bahan material ore nikel, batu gunung, sampai dengan perampasan jalan nasional yang dijadikan jalan Hauling. Kelestarian wilayah perairan laut Konut adalah satu-satunya aset daerah yang menjadi andalan pada sektor perikanan, jangan karena ulah bulus Syahbandar mengancam rusaknya biota laut,” cetus Ashari.

Ashari menambahkan, Pelabuhan Molawe, Kabupaten Konawe Utara (Konut) berstatus otonom berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2018. Masyarakat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dan Pemerintah Daerah Konut menyambut baik keputusan pusat yang menetapkan pelabuhan Molawe berdiri sendiri atau terpisah dari Syahbandar Langara di Kabupaten Konawe kepulauan (Konkep).

Hal ini merupakan jerih payah, kerja keras kita bersama sebagai langkah mewujudkan percepatan pembangunan daerah melalui pendapatan daerah (PAD), namun segelintir pemangku jabatan yang memiliki otoritas kesyahbandaran insomnia terhadap nilai perjuangan, terkesan datang, duduk dan lupa berterima kasih.

Penulis: Ashari

Laporan: Lukman/SultraNews.co.id