Surat Perintah Pemprov Sultra Kosongkan Lahan Eks PGSD Digugat ke PTUN

waktu baca 3 menit
Tim Kuasa Hukum Kikila Adi Kusuma, Kores Tambunan (jaket merah), Zion Natongam Tambunan (jas biru), Kikila Adi Kusuma (baju putih) Foto. Wayan Sukanta/sultranews.net

sultranews.net – Surat pemberitahuan pengosongan terhadap lahan eks PGSD Wua Wua, Kota Kendari yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), menuai sorotan.

Tim Kuasa Hukum ahli waris Kikila Adi Kusuma, Zion Natongam Tambunan, selaku ketua DPC Ferari (Federasi Advokat Republik Indonesia) Kota Kendari, menilai dua buah surat pemberitahuan pengosongan yang dikeluarkannoleh pihak Pemprov itu,  dianggap tidak memiliki landasan hukum yang jelas dan improsedural.

“Jadi ada buah surat yang keluarkan oleh saudara Ali Akbar selaku Biro Pemerintahan Pemprov Sultra, yaitu pertama pada 25 November 2019 dan kedua 16 Desember 2019” ujar Zion, Jumat (27/12/2019).

Zion menyebutkan, surat pertama yang dikeluarkan itu tanpa adanya kop surat dan yang kedua bukan berasal dari adanya putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

“Jadi surat itu kita sedang uji apakah ini masuk dalam objek TUN, apakah Ali Akbar memliki kapasitas dan wewenang untuk mengeluarkan surat pengosongan tersebut. Karena kita melihat dari sisi Undang undang adminsitrasi pemerintahan, ada kesalahan dan kekeliruan terhadap surat yang dikeluarkan tersebut,” ucapnya.

Dia menegaskan yang dapat melaksanakan eksekusi dalam kasus ini hanya pengadilan. Pasalnya surat yang dikeluarkan oleh Biro Pemerintahan Pemrov itu bukan putusan pengadilan. Hanya berdasarkan Sertifikat Hak Pakai dengan nomor 18 tahun 81.

“Pada surat yang kedua pada 16 Desember 2019 itu,  tertera ada tengggang waktu 3 hari yang diberikan kepada klien kami yang sifatnya memaksa. Bunyinya bahwa jika dalam 3 hari sejak dkeluarkan surat itu tidak dilakukan pengosongan oleh klien kami, maka pihak Pemprov akan melakukan secara paksa,” bebernya.

Terkait surat pengosongan itu, tim kuasa Hukum Kikila Adi Kusuma, meminta pihak Pemprov Sultra untuk menunda rencana pengosongan lahan tersebut, sampai keluarnya surat putusan yang jelas.

“Jika permintaan kami sebagai tim Kuasa Hukum tidak diterima dan pengosongan itu terjadi, maka kita akan tetap melakukan upaya hukum dan meminta perlindungan di Kementerian Hukum dan Ham. Selain itu, kita juga akan melaporkan terkait tindakan yang sewenang-wenang jabatan Ali Akbar ke Menteri Dalam Negeri (Mendagri) ke Kementerian Aparatur Sipil Negara,” tegasnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Sekjen DPP Ferari,  Kores Tambunan, secara tegas mempertanyakan wewenang Ali Akbar sebagai Kepala Biro Pemerintahan untuk mengeluarkan surat perintah pengosongan.

“Atas dasar apa dan kewenangan apa, sehingga putusan itu dikeluarkan sendiri oleh Ai Akbar. Sementara proses gugatan keberatan ini masih sementara berjalan di PTUN dan belum ada keluar surat putusan. Lantas kenapa secara sepihak surat pengosongan itu muncul dan di keluarkan oleh Biro Pemerintahan,” kata Kores dengan nada tegas.

Kores menghimbau kepada aparat hukum yang dihimpun oleh Biro Pemerintahan Pemprov Sultra, agar menghormati proses hukum yang sedang memperjuangkan keadilan.

“Bahkan kemarin saat kami ikut  sidang di PTUN Kendari terkait gugatan keberatan, pihak Pemprov yang mendapat panggilan dalam sidang itu malah tidak hadir. Kita sudah meminta kepada pengadilan untuk menguatkan gugatan keberatan kami. Tanggal 8 Januari nanti sidang akan kembali digelar dan pihak Pemprov juga dipanggil untuk memberikan keterangan di persidangan terkait surat pengosongan tersebut,” pungkasnya.

Laporan. Wayan Sukanta